Friday, 06 May 2005
JaCC-Jakarta City Center adalah sebuah mall di kawasan Tanah Abang, berbatasan dengan jalan Kebon Kacang tepatnya di belakang Hotel Indonesia. Mall ini diperuntukkan bagi penjual grosir garment dengan tambahan pusat belanja elektronik, handphone, kosmetik, food court serta dilengkapi dengan kantor dan hotel. Ke depan akan dibangun pula 6 tower apartement pada tahap II pembangunan JaCC.

Sepulang kerja di sore hari, istriku memberikan selembar undangan untuk menghadiri kantor pemasaran mall baru dengan iming-iming hadiah langsung. Hubungi marketing Mr X. Saya pun membuat janji dan datang tepat di hari yang kami sepakati, hari Jumat, 21 Januari 2005, tepat pada hari libur Idul Adha. Ternyata ini adalah ‘jebakan’ seorang sales. Karena untuk menghadirkan seseorang/calon pembeli tidaklah mudah, maka dibuatlah hadiah langsung untuk memenuhi undangan, pagelaran musik dengan artis-artis beken, dll.

Saya tidak menyadari jebakan ini karena belum tahu benar seluk beluk dunia property. Sales agent mengenal saya dari kios yang saya miliki di mall Pulogadung. Mereka keliling untuk mendapatkan contact person calon customernya. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan nama dan alamat saya, maka sampailah surat itu ke saya. Saya sudah hadir di kantor pemasaran dan diterima dengan ramah oleh sang sales yang saya kenal lewat suara telepon. Ternyata dia didampingi supervisornya yang lebih senior dalam bidang property. Saya sudah lupa dengan door prize, setelah melihat betapa besar rencana project JaCC ini. Setelah ditanya, usaha apa yang ingin dibuka, maka pembicaraan langsung focus ke lantai yang khusus menjual elektronik dan handphone. Saya memang tertarik untuk ekspansi bisnis yang sudah saya jalankan selama ini. Tapi untuk membuka cabang dan membeli kios baru, kondisi keuangan belum memungkinkan.

Ingat nasihat pak Purdie, pemilik Primagama Group, investasi property sangat berharga. Hutang itu mulia dan indah. Semakin besar hutang semakin sukses seseorang. Nasihat ini saya telan mentah-mentah tanpa teori ekonomi. Menurut pak Miming, pengusaha percetakan di Bandung dan salah satu mentor EU, kasus hutang-piutang adalah kasus perdata dan tidak berujung ke penjara berbeda dengan kasus pidana.

Saya pun berpikir cepat “Sekarang saya ditawari hutang, mencicil property selama 3 tahun. Kalau pun saya tidak bisa melanjutkan cicilan tidak mungkin dipenjara. Ini kasus perdata.“ Di sisi lain, otak kiri saya juga berpikir “Tertarik sih tertarik. Tapi uangnya dari mana? Kalau 2 bulan lagi bisnis saya maju pun, saya hanya sanggup membayar separohnya” Saya coba mengkontak seorang teman untuk diajak patungan. Kami saling mengukur kemampuan untuk pembayaran angusuran bulanan. Dia setuju, Maka saya jawab, “Okey, saya akan beli”

Pembelian ditandai dengan booking fee 10 jt dan pembayaran 2 minggu berikutnya untuk DP1 sebesar 10%. Nah, uang 10 jt dari mana. Sekarang saya tidak pegang uang.Gimana kalau bulan depan. Sang sales berusaha menjelaskan akan ada kenaikan harga, jumlah kios yang terbatas, dan kalau belum ada booking fee, maka lokasi bisa dipilih orang lain dan lainya untuk meyakinkan saya agar membeli saat itu juga. Dia bilang, pakai ATM juga bisa. Mereka belum tahu kalau saya ini pengusaha kepepet. Uang saja tidak pegang, apalagi ATM.

„Wuah, gajian masih lama lagi”, gerutu saya. Setelah memutar otak sebentar, saya beranikan bertanya, “Kalau booking fee-nya pakai credit card gimana?”

“Okey, tidak masalah”, jawab sang sales setelah bertanya ke bagian finance. Saya mulai berani memilih lokasi yang setrategis dan di hoke. Saya sudah punya kios di Pulogadung tapi tidak di hoke. Kalau di hoke, pembeli bisa datang dari 2 sisi. Saya pun menemukan kios yang menarik. Teman saya juga setuju. Tapi setelah dicek ke bagian property, ternyata sudah ada yang booking. Saya pun mencari alternatif lain untuk kios yang belum dibooking orang. Ada posisi di hoke dengan lokasi lebih bagus dengan luas 6,7 m2 tapi harganya lebih mahal. Menurut mbah Purdie, hutang lebih besar lebih Mulia. Makanya saya lebih tertarik mencari yang lebih mahal, tapi masih masuk ke kantong. Teman saya juga setuju setelah saya hubungi via telepon.

Saya pun mengisi formulis pengisian booking. Limit HSBC saya tinggal 4jt. Sales pun meyakinkan Finance bahwa saya akan membayarkan sisanya 4 hari berikutnya. Saya memberi alternative lagi, saya punya kartu belanja Carrefour-master card. Ternyata kartu yang masih memiliki limit 2 juta ini pun bisa dipakai membayar booking fee. Maka saya membayar booking fee sebesar 6 juta dan 4 juta-nya dibayarkan 4 hari setelahnya. Ada 4 macam cara pembayaran. Saya memilih cara pembayaran ke-3 dengan sistem:
1. Booking fee: 10 jt
2. DP 1 : 10% dari harga kios – Booking fee
3. DP 2-6 : 5% dari harga kios
4. Cicilan ke 1-30 : (65% dari harga kios / 30)

Untuk cicilan saya dan teman saya tidak keberatan. Tapi DP-nya kok mahal sekali. Akhirnya saya tawar, gimana kalau DP-nya diperpanjang, tidak 6 kalii tapi 8 kali. Untuk cicilan sisa 65%nya tidak dibayar 30 kali tapi 28 kali. Sang sales meyakinkan dia akan mengajukannya ke direksi. Dan dia meyakinkan bahwa dimungkinkan bisa. Maka kami pun setuju untuk menandatangani surat pembelian kios di JaCC.

Hari itu hari libur. Beberapa staff JaCC banyak yang libur. Sehingga door prize pun tidak di dapat. Saya pulang dengan rasa puas setelah belanja kios dengan kartu belanja Carrefour. Dua minggu setelah transaksi itu saya datang lagi untuk mendapatkan door prize dan saya mendapat kan 2 buah ballpoint dan kalender JaCC. Saat tulisan ini dibuat, saya memasuki pembayaran DP ke-5. Alhamdulillah, saya masih hidup, sehat, cicilan bulanan ditopang dari hasil usaha saya yang sudah berjalan dan dari usaha baru. Saya masih menunggu pembangunan JaCC yang sudah tampak 8 lantai dan megah. Mudah-mudahan penyelesaiannya tepat waktu dan hasilnya memuaskan. Tentu teman-teman lain yang membeli kios di JaCC berharap mall ini memiliki visi yang kuat untuk menarik pembeli.

Begitulah dunia marketing property. Pinter memang sang sales tersebut.
Bagaimana perjalanan dari DP1 sampai kios jadi pada bulan ke 10 setelah saya melakukan pembayaran? sampai saya terpaksa membuat kios lagi, berhutang lagi? Nantikan di edisi berikutnya, mudah2an.
Penulis adalah siswa JakEU40-ide gila ini terinspirasi oleh pertemuan kelas di Entrepreneur University.
Tulisan ini dibuat di Jakarta Kamis pagi 16 Juni 2005.
Jangan meniru adegan ini tanpa latihan sebelumnya. Bahaya! membuat Anda tidak bisa tidur.
Oleh : Masbuchin Pradana

0 komentar