Action Member,

Saya mengimbau kepada member sekalian terutama yang baru mulai bisnis agar fokus dengan pilihan anda itu. Yakinlah dengan pilihan anda itu. Jangan ikut-ikutan ke sana ke mari. Apa pun yang ditawarkan anda ikuti. Jangan. Anda harus punya sikap. Ini pilihan saya. Ini jalan saya. Yang lain nanti dulu...

Pilihan pertama, memang tidak selalu pas. Mungkin perlu beberapa kali mencoba. Tapi, kalau anda sudah bergabung cukup lama di TDA dan masih mencari-cari juga, timbul pertanyaan: ada apa dengan anda?

Orang lain sudah sibuk mengembangkan, tapi anda masih memulai mainan yang baru.

Tidak ada pilihan yang sempurna. Tidak ada bisnis yang cocok 100%. Itu semua tergantung dengan anda. Anda harus punya sikap: ini pilihan saya. Saya akan perjuangkan sampai titik darah penghabisan.

Ada 10 toko berderet berjualan sepatu, misalnya. Semua toko itu ramai, kecuali toko anda. Pertanyaannya, siapa yang nggak beres dalam mengelola toko? Anda atau 9 toko lainnya. Pastilah kesalahan ada di diri anda. Lha wong yang lain pada sukses kok...

Ayo, yakinlah dengan pilihan anda itu. Yang salah itu bukan bisnisnya. Yang salah itu adalah, maaf, anda sendiri. Jangan jadi seperti pepatah ini: the one who can not dance put the blame on the floor...

Apa pun yang anda mulai niscaya akan berakhir serupa kalau anda masih bersikap seperti ini.

Ada ungkapan dari dunia militer: Tidak ada prajurit yang bodoh, yang bodoh adalah komandannya.

Uruslah bisnis anda dengan sekuat tenaga dan pikiran. Jangan sambilan terus. Jarang sekali bisnis yang dikelola secara sambilan bisa berhasil.

Salam FUUUNtastic!

Wassalam,

Roni,

Kalau anda Kuliah S1 dengan niat agar dapat pekerjaan yang baik di perusahaan bonafid, dan ketika lulus anda tidak pernah lolos test kerja, maa anda akan merasa bahwa kuliah S1 anda gagal total dan dunia serasa berhenti.

Kalau anda dari awal niat sekolah S1 anda untuk mencari ilmu.Titik.Maka ketika lulus anda berhasil mendapat ilmu dan tidak merasa hidup anda gagal meskipun anda diterima di perusahaan2 hanya menjadi penjual nasi goreng, karena penjual nasi goreng yang berilmu ya jadinya macam kaya Solaria, Hot plate, BGM yang jualan nasi gorengnya sampai di mall2 paling elite..

Dalam memulai bisnis juga begitu. Kalau fokus anda hanya UANG saja, maka anda bisa jadi akan kecewa, tapi kalau fokus anda adalah mencari ilmu, anggap saja ini sebagai kuliah D3, S1,S2 atau S3 maka seperti apapun bisnis anda, anda pasti akan lulus....

Lah dapat Uangnya kapan..? Semakin anda banyak menyerap ilmu dengan hati yang seneng dan riang gembira maka uang itu tanpa diminta akan mengalir dengan mudah kepada anda....

Apa contoh ilmu2 yang bisa didapat selama memulai bisnis..?Ilmu mendatangkan pelanggan, Menata Barang, ilmu tersenyum, negosiasi, membaut karyawan betah, membaut customer mau balik, mangatur stok, memenej uang, negosiasi dengan investor, manaksir harga beli, ilmu berempati kepada orang lain, ilmu sosial, agama dlll...dll...dan itu adalah ilmu2 yang kalau di sekolahan tidak bakalan ada, karena merupakan integrasi dari berbagai fakultas, layaknya anda sekolah dalam satu waktu d sekaligus di fakultas ekonomi,arsitek,filsafat,pendidikan,akuntansi, barang, desain dll..dll...apa tidak dahsyat..?

So...Mualilah bisnis anda dengan nawaitu mencari Ilmu....

Salam FUntastic..

Hadi Kuntoro

Masih mengenai T.P. Rachmat, figur multidimensi yang menginspirasi khalayak bisnis di Indonesia.

Kali ini Paulus Bambang W.S. - seorang pengamat - membedah figur ini dari sisi entrepreneur-nya.

Pasti banyak pertanyaan di benak anda, mengapa Pak Teddy ini bisa sukses di kedua kuadran yang dijalaninya profesional (TDB) dan entrepreneur (TDA)?

Menurut Paulus, ternyata rahasianya ada di 5B: blood, brain, belief, behavior dan book. Semua hal itu telah mendarah daging dalam diri Teddy sejak lama. Kalau tidak memiliki kelima ingredients tersebut, niscaya Teddy telah terseok ketika pindah kuadran.

Ini sekaligus sebagai pembelajaran bagi kita semua yang ingin pindah jalur dengan sukses.

1. Aspek blood. Teddy punya darah entrepeneurship dari pamannya, William Suryajaya, pendiri Astra.

Tidak hanya dari genetic blood, Teddy juga tentunya punya entrepreneur blood yang sudah mengalir di dalam darahnya. Tanpa itu sulit menjadi entrepeneur meskipun sudah menyandang gelar master di bidang entrepreneur sekali pun.

Seorang entrepreneur dapat melihat dan mewujudkan sesuatu yang tidak mungkin dan menjadi mungkin.

2. Aspek brain. Jelas, Teddy adalah seorang yang pintar, smart. Hitung-hitungan dan analisisnya matang dalam melihat sebuah peluang bisnis.

3. Aspek belief, keyakinan. Seorang entrepreneur memiliki belief yang berbeda dari seorang pegawai.

Pegawai mengikuti tren, entrepreneur melawan tren.
Pegawai mengais rezeki di red ocean yang penuh sesak. Entrepreneur mencari blue ocean yang dia ciptakan sendiri. Hal ini melekat di pribadi Teddy.

4. Aspek behavior. Teddy jelas memilik behavior yang selaras dengan behavior entrepreneur. Ia percaya kepada orang lain untuk mengelola perusahaannya.

Sebagai konseptor, ia tak memiliki cukup waktu untuk berperan sekaligus sebagai eksekutor.
Tanpa memiliki jiwa mempercayai orang lain, ia akan menjadi entrepreneur yang terbatas dan tidak berkembang.

Teddy adalah orang yang berani memberikan kepercayaan penuh kepada bawahannya.

5. Aspek book. Pak Teddy dikenal sebagai pemimpin yang menjalankan gaya kepemimpinan berdasarkan ilmu dari buku baru.

Oleh sejawatnya, ia digelari "management by best seller", karena ia selalu membagikan buku baru dan meminta bawahannya untuk menerapkan ilmu itu setelah membacanya.

Setiap ada ilmu baru selalu dicobanya, baik itu TQM, Kaizen, Six Sigma, benchmarking dan gaya kepemimpinan baru dari Jim Collins, penulis Good to Great.

Ia selalu mengikuti dan adaptif dengan perkembangan baru. Ia mau berubah dan menjadi seorang pembelajar seumur hidupnya.

Jangan ditanya soal buku terbaru kepadanya. Pasti akan dijawabnya: "Saya sudah baca".

Ia tahu bahwa kompetensi, pengalaman dan sukses masa lalu tidak dapat dipakai untuk memenangkan persaingan di masa depan. Masa depan adalah baru.

Ia pun sadar bahwa perubahan terjadi semakin cepat. Ia mengelola perubahan agar perubahan itu tidak "menelannya".

Ia tidak melawan perubahan, tapi berusaha mengarungi perubahan itu tanpa melekat pada masa lalu yang mengganggu pikirannya.

Sudahkah anda memiliki kelima aspek itu? Kalau sudah, beruntunglah anda. Anda sudah memiliki modal yang kuat untuk menjadi the next T.P. Rachmat.

Salam FUUUNtastic!

Wassalam,

Roni,

Ini adalah daftar kesan para sahabat atau orang-orang terdekatnya mengenai figur yang dikenal rendah hati dan humanis ini. Semangat, sikap, gagasan dan kearifannya ini telah dibangunnya selama menakhodai Astra.

Nilai-nilai inilah yang kemudian ditebarkannya di perusahaan-perusahaan yang didirikannya:

- Sangat menjunjung profesionalisme, terlihat saat aktif sebagai eksekutif di Astra, Teddy tidak mau terlibat aktif di perusahaan yang didirikannnya, bahkan sebagai pemegang saham, ia tidak mau tercantum sebagai komisarisnya.

- Sangat loyal kepada perusahaan, terbukti dengan pengabdiannya sampai puluhan tahun di Astra.

- Konsisten dengan perkataan dan perbuatannya.

- Memegang teguh perkataan dan perbuatannya.

- Rendah hati dan tidak suka menonjolkan diri, terlihat dari penampilannya yang sederhana dan tidak mau mengutamakan uang.

- Sangat peduli dengan kesulitan orang lain dan lingkungan. Karena ia memiliki prinsip untuk mendapat berkah dari Tuhan, maka harus banyak berbagi kepada sesama.

- Sosok yang religius.

- Sikapnya sangat terbuka dan mau bekerja sama dengan siapa pun.

- Menghargai orang, termasuk karyawan.

- Berjiwa besar, termasuk memaafkan kesalahan orang lain.

- Penuh perhitungan dalam berbisnis dan berani mengambil risiko.

- Spirit kepemimpinannya luar biasa, mau mendengarkan dan mampu mengambil keputusan di saat tepat.

- Komitmennya sangat tinggi baik terhadap perusahaan maupun karyawan.

- Memiliki passion dalam bekerja sehingga tidak sekedar bekerja inovatif, tapi juga selalu menciptakan hal baru.

- Pribadi yang sangat tahu apa yang diinginkannya, dan bekerja keras untuk mewujudkannya dengan penuh dedikasi dan integritas. Gigih, teguh, ulet dan disiplin.

- Pribadi yang mau terus belajar.

- Positive thinking, semua dilihat dari kacamata baiknya yang kadang kala membuat ia terlihat terlalu baik dan tidak tegaan, tidak pernah marah.

- Memberikan keleluasaan kepada anak buahnya untuk melakukan yang terbaik.

Semoga bermanfaat bagi saya dan kita semua yang tengah meretas jalan menuju TDA.

Sumber: SWA

Salam FUUNtastic!

Wassalam,

Roni

Hari ini saya di rumah saja. Rencananya sih mau keluar, beli kamera yang baru saja hilang, poles mobil dan lihat pameran FGD di JCC.

Tapi, penyakit "M" (malas) menyerang.

Ya sudah, sampai jam 14 ini masih di rumah saja.

Namun, saya selalu teringat nasihat Goethe supaya harus selalu produktif. Jangan ada waktu terbuang sia-sia.

Tadi pagi saya beresin ruang kerja. Tumpukan buku di meja kerja saya rapikan dan ditata di rak. Buku-buku itu pun kemudian saya bersihkan dari debu yang melekat. Beres.

Udah gitu, ngapain lagi ya?

Menulis blog udah. Aha, Melukis aja!

Saya pun segera menyiapkan kanvas dan kemudian mencari-cari ide untuk lukisan. Saya buka tumpukan majalah. Mungkin di sana ada ide untuk lukisan.

Eh, mata saya malah tertuju kepada majalah SWA terbitan Maret 2007 yang memuat headline mengenai tokoh CEO inspiratif, TP. Rachmat.

Rasanya tulisan tentang Jack Welch-nya Indonesia yang sekarang sudah terjun menjadi entrepreneur alias TDA ini sayang untuk dilewatkan. Makanya, saya putuskan untuk menuliskan inti sarinya di blog ini. Ikatlah ilmu itu dengan menuliskannya, kata Ali bin Abi Thalib.

Selepas pensiun dari Astra tahun 2002, TP Rachmat langsung ngebut menjadi TDA dengan mendirikan 18 perusahaan yang bermuara kepada 3 bidang: pertambangan, agro industri, manufaktur dan dealership motor. Omzetnya, katanya "hanya" Rp. 30 triliun per tahun :-)

"Di masa mendatang pertarungannya adalah ilmu melawan ilmu, bukan duit lawan duit. Tanpa core competence, kami tidak bisa kontrol our own destiny", katanya.

Teddy menerapkan winning concept, winning system dan winning team di setiap perusahaannya sebagaimana dilakukannya di Astra dulu.

Apa rahasianya menjadi entrepreneur sukses?

"Bukalah toko pertama anda, tidak peduli industri apa pun. Kalau sukses, terus buka lagi dan lakukan leveraging: dari kecil lalu dibesarkan dulu baru diperluas", jawabnya.

Good point, menurut saya. Ini mirip dengan spirit TDA: Take Double Action.

Cara lain?

Beli, benahi, lalu jual. Wah, ini mirip sarannya Brad Sugars.

Selanjutnya ada cara ketiga: melakukan financial engineering, dengan private equity, go public dan sebagainya.

Selain mengejar profit, Teddy pun membangun bisnisnya dengan nilai-nilai yang telah diperjuangkannya sejak lama, yaitu: transparansi, integritas, kerapian dan good corporate governance.

Dari semua bisnisnya, adakah yang gagal?

"Ada beberapa", katanya."Banyak pelajaran dari sana. Pelajaran utama yang saya dapat: jangan serakah".

"Jangan wishful thinking tapi juga jangan pernah putus asa. Jangan sampai ikutan euforia tanpa menghitung secara cermat. Perjalanan (bisnis) itu panjang dan tidak boleh putus asa.

Semoga bermanfaat.

Salam FUUUNtastic!

Wassalam,

Roni,

Sunday, 22 May 2005
Cerita ini tentang Robert Kyosaky yang hampir menyelesaikan kewajiban militer sebagai pilot AL Amerika. Dia tertegun melihat kawan mainnya telah menjadi milyarder, dan dia ingin meniru. Apa yang harus dilakukannya, berbisnis atau kah bekerja lagi untuk menjadi kaya.

Ketika Robert Kyosaky bertanya kepada ayah kayanya, apa yang harus dia lakukan untuk membangun bisnisnya. Ayahnya menyarankan untuk bekerja. ”Bekerjalah, tapi bukan untuk tujuan uang,” pesan ayah kayanya. Dia memilih menjadi karyawan di XEROX, karena Xerox memiliki setrategi dan training sales terbaik di dunia. Robert memilih sebagai sales, karena pada hakikatnya berbisnis adalah saling. Dia berpikir, pengalaman yang didapat dari sales akan menambah pengetahuan yang akan sangat menunjang bisnisnya kelak. Dia tidak bekerja hanya untuk uang, tapi juga investasi pengetahuan bisnisnya di masa mendatang. Pada satu tahun pertama, dia menjadi sales terjelek di suatu cabang Xerox. Tapi berkat kegigihannya, bebrapa tahun kemudian dia telah menjadi sales yang piawai.

Ketika pekerjaannya semakin bagus, dia tidak juga menjadi kaya. Dia berpikir untuk bekerja paroh waktu untuk menambah penghasilannya. Ketika dia berkonsultasi kepada ayah kayanya, dia diberikan inspirasi, ”Kenapa kamu tidak berbisnis paroh waktu ?” Itu akan menunjang investasimu nanti. Investasi diartikan sebagai membangun bisnis yang telah direncanakan yang selanjutnya akan membeli asset-aset baru.

Lulus sekolah mau ke mana?
Ketika kita lulus sekolah atau kuliah, dengan modal ilmu yang ada tapi tidak memiliki modal dan pengalaman untuk berbisnis, maka menjadi karyawan adalah pilihan ‘yang tepat’. Di kampus kita tidak dipersiapkan untuk terjun ke dunia nyata, tidak disiapkan untuk terjun ke jalanan, tapi lebih disiapkan untuk memasuki dunia kerja yang bersistem. Padahal hidup di jalanan lebih kejam, dan kebanyakan dari kita tidak siap.

Pengalaman untuk mempelajari sistem di perusahaan ketika menjadi karyawan adalah bagus. Tapi pengalaman berbisnis lebih nyata dan bahkan lebih ‘kejam’. Sebagai karyawan, sistem sudah tertata, kita tinggal menjalankan dan memperbaiki bila ada improvement yang diperlukan. Tapi membangun bisnis, berarti membangun sistem. Sistem apa yang tepat kita terapkan di perusahaan yang kita bangun sendiri, akan sangat mempengaruhi keberhasilan perusahaan kita.

Berikut ini pengalaman pribadi dan untung rugi kerja rangkap.

Berbisnis Tidak bekerja
Ketika saya memiliki modal, saya berusaha untuk berbisnis tanpa bekerja. Penghasilan bisnis belum menutup kebutuhan hidup, sehingga mengurangi modal dan akhirnya habis. Ini yang membuat kegagalan bisnis saya pertama.


Bekerja sambil Bekerja
Bekerja di dua tempat membuat kita capek dan kurang focus. Padahal posisi kita di dua tempat yang berbeda itu juga tidak bagus bagus sekali. Kecuali kalau kita bekerja di dua perusahaan dengan posisi sebagai Direktur.


Bekerja sambil Berbisnis
Bekerja sambil berbisnis juga capek. Ketika posisi bisnis masih kecil, kecapekan dan keuntungan belum terasa. Tapi ketika omzet, keuntungan dan waktu kita yang terserap meningkat, maka saatnya memilih. Mau memilih bisnis yang ‘kurang menentu’ dengan peningkatan keuntungan yang tidak linier atau tetap sebagai karyawan yang ‘aman’ dengan gaji linier.


Berbisnis sambil berbisnis lagi, lagi dan lagi
Ketika kita sudah memutuskan untuk hanya menjadi business owner, pemilik, pembangun bisnis, maka tidak ada kata lain harus mendevelop bisnis. Membuat bisnissatu, dua, tiga dan seterusnya. Bisa bisnis sejenis, bisnis serumpun atau mengelolah bisnis yang sama sekali tidak berhubungan.
Mau mulai dari mana?
Tinggal keberanian kita dan posisi kita sekarang. Kita berada di mana dan mau kemana? Mau menapaki menjadi karyawan dulu, langsung berbisnis, atau tetap menjadi karyawan seumur hidup. Maukah Anda menjadi orang gajian seumur hidup? Tidak kah Anda ingin memiliki karyawan dan menggaji mereka.

Selamat berpikir, menentukan langkah dan mewujudkannya.

Apa yang telah saya alami, benar-benar didasari oleh kebutuhan untuk terus hidup dan survive sehingga saya melakukan bisnis. Pengalaman berbisnis yang telah saya alami benar-benar tidak di dapat dari bangku sekolah atau kuliah. Jadi benar-benar ngawur dan langsung terjun ke lapangan. Ketika di Jakarta, saya berkenalan dan mendapatkan bimbingan serta inspirasi bisnis di EU (Enterpreneur University) Jakarta.
Buat mentor EU, terima kasih atas bimbingannya dan inspirasinya terutama tentang pelajaran berhutang dan membayarnya dengan berbisnis.

Ditulis oleh Masbukhin

Nyontek itu kreatif. Nyontek dalam bisnis itu sah-sah saja.

APA boleh kita menyontek bisnis atau kesuksesan pengusaha lain? Saya kira dalam dunia usaha, itu sah-sah saja. Apalagi bagi kita yang baru belajar memulai usaha. Saya sendiri ketika pertama kali buka usaha sewaktu mahasiswa dulu, saya juga bingung mau usaha apa. Saya lihat, Sky Mulyono suskes besar buka bimbingan belajar di Jakarta. Saya pikir, kenapa saya tidak buka bimbingan belajar di Yogya.

Waktu itu, saya belum punya pengalaman bisnis. Pokoknya saya buka saja. Saya tidak pernah menghitung-hitung, apakah bisnis itu fisible atau tidak. Karena saya yakin, kalau usaha Sky Mulyono bisa sukses, maka saya pun juga bisa sukses. Pendeknya, saya memberanikan buka usaha bimbingan belajar itu, baru hitungan bisnisnya menyusul. Bukan sebaliknya, kita banyak hitungan bisnis, tapi akhirnya usaha tak pernah muncul-muncul, dan hanya sekedar ide. Akhirnya, saya buka bimbingan belajar Primagama. Begitu juga, ketika saya buka restoran padang prima Raja, saya juga meniru kesuksesan restoran Padang Sari Ratu di Jakarta.

Ini beda dengan tradisi sistem pendidikan kita di sekolah. Jadi yang namanya nyontek dilarang keras. Padahal, menurut saya, orang nyontek itu kreatif. Nyontek dalam bisnis itu sah-sah saja. Maka Bambang Rahmadi nyontek membuka Mc Donald-nya lewat franchise bisa sukses. Begitu juga, pengusaha Pizza Hut, Kentuky Fried Chicken, dan masih banyak usaha lainnya

Usaha mereka, kini jadi besar, juga bukan karena modal besar. Sebaliknya mereka sukses dari modal kecil. Memang tak sedikit tantangan atau kegagalan yang dialaminya. Tapi, semuanya dilalui dengan sabar karena mereka ingin meraih sukses dalam usahanya. Saya yakin, kita pun juga bisa demikian. Kalau orang lain maju usahanya, kita semestinya harus maju pula. Oleh karena itu menurut saya, "Kita tak usah khawatir dengan resiko bisnis kalaupun itu muncul. Hadapilah dengan sabar dan penuh percaya diri. Kita harus yakin pada usaha kita.

Memang benar apa yang pernah dikatakan Peter F. Drucker, bahwa, "Sebenarnya setiap orang dapat belajar jadi entrepreneur sukses. Sebab untuk jadi entrepreneur tidak ada yang misterius. "Buktinya coba kalau kita jeli, sebenarnya peluang bisnis di depan mata kita, yang kita jalakan. Namun, memang akhirnya kembali pada kita, "Beranikah kita untuk mencoba peluang

Thursday, 03 February 2005
Berikut ini dipaparkan beberapa kutipan Purdi E Chandra, pendiri Primagama dan Entrepreneur University yang menjadi pembicara utama dalam seminar yang mengangkat tema "gila", maka setiap ungkapan yang dikemukakan Purdi terasa "gila" dan membuat peserta tertawa.

Saya masuk kuliah di empat universitas tapi tidak selesaikan kuliah. Tapi saya juga heran kenapa bisa dirikan Primagama, sebuah lembaga bimbingan belajar terbesar di Indonesia yang cabangnya sampai ratusan.

Padahal saya tidak terlalu pintar-pintar amat. Makanya saya berpikir kalau kita terlalu pintar menyebabkan terlalu banyak pertimbangan, yang akhirnya tak ada sama sekali yang bisa dikerjakan. Makanya mungkin alangkah baiknya anak kita jangan terlalu pintar (hadirin tertawa). Anak saya yang di SMP ranking 11 langsung minta mobil. Ini sudah luar biasa dibandingkan sebelumnya yang ranking 20-an. Dia juga mau jadi pengusaha. Lihat saja banyak orang pintar tapi tidak mau kerja.


Untuk mau menjadi pengusaha jangan terlalu banyak pertimbangan. Laksanakan saja niat itu dan tunggu hasilnya. Coba lihat pakar akuntansi tidak mau berusaha karena apa. Yah itu tadi karena mereka belum berusaha sudah takut jadi pengusaha, karena mereka sudah mempelajari dulu hitung-hitungan menjadi pengusaha yang mengerikan makanya mereka takut sebelum berusaha.

Lalu kenapa orang mau jadi pengusaha. Saya kira Jaya Setiabudi sudah memaparkan banyak tadi. Yah jadi pengusaha itu misalnya gini, saya merasa tiap hari kerjanya apa. Paling kalau ada yang mau ditandatangani baru muncul. Makanya yang perlu diketahui calon pengusaha tidak usah muluk-muluk kalu sudah bisa tanda tangan yah bagus-lah (hadirin tertawa).

Pengusaha itu tidak perlu tinggi-tinggi sekolah, karena yang mereka perlukan hanya tahu tanda tangan dan mengingat bentuk tanda tangannya jangan sampai salah tanda tangan satu dengan lainnya.

Selain itu, pengusaha kebanyakan dari orang malas. Sebab orang yang sudah pintar itu diperebutkan sama perusahaan untuk menjadi karyawan. Makanya yang jadi pengusaha itu dulunya orang malas. Orang malas sebenarnya bukan hal yang negatif karena melihat pengalaman selama ini, kebanyakan mereka yang jadi pengusaha.

Nah, orang pintar akan dibutuhkan pengusaha sebagai tulang punggung perusahaan. Misalnya, saya sebagi Direktur, banyak pegawai saya adalah para doktor, sementara saya tamat kuliah juga tidak. Paling saya membuat akademi perguruan tinggi dan memanggil para doktor mengajar di tempat saya dan gelar saya dapat dari akademi saya sendiri.

Setelah berbicara bahwa seorang pengusaha tak harus pintar, pendiri lembaga pendidikan Primagama dan Entrepreneur University, Purdie E Chandra, mengupas pembicaraan mengenai fungsi otak kanan sebagai salah satu tips menjadi pengusaha, berikut beberapa petikannya.

Untuk menjadi pengusaha memang harus sedikit "gila". Lebih gila lagi kalau teman-teman tidak mau jadi pengusaha (hadirin tertawa). Untuk menjadi seorang pengusaha pakailah otak kanan Anda. Kalau perlu jangan gunakan sama sekali otak kiri. Kenapa harus otak kanan?

Ini yang lucu karena otak kanan mengajarkan kita hal yang tidak rasional. Berbeda dengan otak kiri, ia memberitahukan sesuatu yang rasional, teratur, dan berurut-urut. Misalnya begini, murid SD disuruh kreatif sama gurunya. Ia disuruh membuat gambar pemandngan. Karena dari dulu gambar pemandangan yang ia tahu hanya yang ada gunung lalu dibawahnya jalan raya dan sungai, maka sampai dia SMU pun hanya gambar itu yang ia tahu. Ketika diperintahkan menggambar pemandangan. Ini keteraturan tapi tidak ada kreativitas. Kalau ada otak kanan maka ia akan memberitahukan sesuatu yang lebih kreatif. Lalu, apakah Anda mau dari dulu jadi karyawan terus menerus, tidak kreatif ingin menjadi pengusaha dan punya karyawan.

Atau begini, anda bangun setiap pagi, mandi, naik angkot ke kantor, bekerja lalu menjelang sore pulang ke rumah setelah itu tidur dan besoknya lagi ke kantor. Itu dijalani selama belasan tahun bahkan sampai kakek-nenek. Dan sama sekali terbatas waktu yang sebanyak-banyaknya dengan orang luar yang lain dari yang dibayangkan.

Itulah keteraturan dan yang mengatur semua itu adalah otak kiri. Apakah Anda mau seprti itu seterusnya? Makanya gunakanlah otak kanan. Mau jadi pengusaha biasakanlah otak kanan Anda yang bekerja. Dan Anda tak perlu setiap hari ke kantor dan pulang sore.

Kenapa tangan kanan kita selalu bergerak? Karena yang menggerakan adalah otak kiri makanya teratur hasilnya. Lalu, apakah kita harus seperti anak SD terus yang hanya pintar menggambar pemandangan satu model yang diajarkan gurunya?

Otak kanan tidak banyak hitungan atau pertimbangan macam-macam. Ia lebih banyak mengerjakan apa yang dipikirkannya. Kalau mau usaha jangan terlalu banyak hitung-hitungan. Waktu bikin banyak usaha saya tidak banyak hitung-hitungan dan Alhamdulillah sukses. Saya kira banyak pengusaha lain yang seperti itu. Lihat saja beberapa orang terkaya di dunia tidak sampai selesai kuliahnya, Bill Gates misalnya bahkan dia menjadi penyokong dana utama Harvard University (Universitas ternama dunia di Amerika).

Ibaratkan kita mau jadi pengusaha itu sama seperti ketika hendak masuk kamar mandi. Kenapa? Karena masuk kamar mandi kita tidak berpikir-pikir....kalau kebelet....yah langsung masuk saja. Terserah di dalam kamar mandi "sukses" atau tidak itu urusan belakang. Kalau di dalam kamar mandi tidak ada sabun kan kita akhirnya keluar juga dan ada upaya untuk mencari. Orang terkadang akan mencari sesuatu apapun yang menurutnya mendesak dengan berbagai cara. Kalau pun pada saat itu tidak ada sabun di rumah ia akan berusaha untuk mencari sabun sampai dapat. Untuk latih otak kanan tidak perlu sekolah-sekolah tinggi. Anak saya yang SMP sekarang kalau bukan karena takut ditanya calon mertua kelak, mungkin dia sudah berhenti sampai SMP saja. Jangan sampai calon mertua nanti tanya, anaknya lulusan apa?

Friday, 06 May 2005
JaCC-Jakarta City Center adalah sebuah mall di kawasan Tanah Abang, berbatasan dengan jalan Kebon Kacang tepatnya di belakang Hotel Indonesia. Mall ini diperuntukkan bagi penjual grosir garment dengan tambahan pusat belanja elektronik, handphone, kosmetik, food court serta dilengkapi dengan kantor dan hotel. Ke depan akan dibangun pula 6 tower apartement pada tahap II pembangunan JaCC.

Sepulang kerja di sore hari, istriku memberikan selembar undangan untuk menghadiri kantor pemasaran mall baru dengan iming-iming hadiah langsung. Hubungi marketing Mr X. Saya pun membuat janji dan datang tepat di hari yang kami sepakati, hari Jumat, 21 Januari 2005, tepat pada hari libur Idul Adha. Ternyata ini adalah ‘jebakan’ seorang sales. Karena untuk menghadirkan seseorang/calon pembeli tidaklah mudah, maka dibuatlah hadiah langsung untuk memenuhi undangan, pagelaran musik dengan artis-artis beken, dll.

Saya tidak menyadari jebakan ini karena belum tahu benar seluk beluk dunia property. Sales agent mengenal saya dari kios yang saya miliki di mall Pulogadung. Mereka keliling untuk mendapatkan contact person calon customernya. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan nama dan alamat saya, maka sampailah surat itu ke saya. Saya sudah hadir di kantor pemasaran dan diterima dengan ramah oleh sang sales yang saya kenal lewat suara telepon. Ternyata dia didampingi supervisornya yang lebih senior dalam bidang property. Saya sudah lupa dengan door prize, setelah melihat betapa besar rencana project JaCC ini. Setelah ditanya, usaha apa yang ingin dibuka, maka pembicaraan langsung focus ke lantai yang khusus menjual elektronik dan handphone. Saya memang tertarik untuk ekspansi bisnis yang sudah saya jalankan selama ini. Tapi untuk membuka cabang dan membeli kios baru, kondisi keuangan belum memungkinkan.

Ingat nasihat pak Purdie, pemilik Primagama Group, investasi property sangat berharga. Hutang itu mulia dan indah. Semakin besar hutang semakin sukses seseorang. Nasihat ini saya telan mentah-mentah tanpa teori ekonomi. Menurut pak Miming, pengusaha percetakan di Bandung dan salah satu mentor EU, kasus hutang-piutang adalah kasus perdata dan tidak berujung ke penjara berbeda dengan kasus pidana.

Saya pun berpikir cepat “Sekarang saya ditawari hutang, mencicil property selama 3 tahun. Kalau pun saya tidak bisa melanjutkan cicilan tidak mungkin dipenjara. Ini kasus perdata.“ Di sisi lain, otak kiri saya juga berpikir “Tertarik sih tertarik. Tapi uangnya dari mana? Kalau 2 bulan lagi bisnis saya maju pun, saya hanya sanggup membayar separohnya” Saya coba mengkontak seorang teman untuk diajak patungan. Kami saling mengukur kemampuan untuk pembayaran angusuran bulanan. Dia setuju, Maka saya jawab, “Okey, saya akan beli”

Pembelian ditandai dengan booking fee 10 jt dan pembayaran 2 minggu berikutnya untuk DP1 sebesar 10%. Nah, uang 10 jt dari mana. Sekarang saya tidak pegang uang.Gimana kalau bulan depan. Sang sales berusaha menjelaskan akan ada kenaikan harga, jumlah kios yang terbatas, dan kalau belum ada booking fee, maka lokasi bisa dipilih orang lain dan lainya untuk meyakinkan saya agar membeli saat itu juga. Dia bilang, pakai ATM juga bisa. Mereka belum tahu kalau saya ini pengusaha kepepet. Uang saja tidak pegang, apalagi ATM.

„Wuah, gajian masih lama lagi”, gerutu saya. Setelah memutar otak sebentar, saya beranikan bertanya, “Kalau booking fee-nya pakai credit card gimana?”

“Okey, tidak masalah”, jawab sang sales setelah bertanya ke bagian finance. Saya mulai berani memilih lokasi yang setrategis dan di hoke. Saya sudah punya kios di Pulogadung tapi tidak di hoke. Kalau di hoke, pembeli bisa datang dari 2 sisi. Saya pun menemukan kios yang menarik. Teman saya juga setuju. Tapi setelah dicek ke bagian property, ternyata sudah ada yang booking. Saya pun mencari alternatif lain untuk kios yang belum dibooking orang. Ada posisi di hoke dengan lokasi lebih bagus dengan luas 6,7 m2 tapi harganya lebih mahal. Menurut mbah Purdie, hutang lebih besar lebih Mulia. Makanya saya lebih tertarik mencari yang lebih mahal, tapi masih masuk ke kantong. Teman saya juga setuju setelah saya hubungi via telepon.

Saya pun mengisi formulis pengisian booking. Limit HSBC saya tinggal 4jt. Sales pun meyakinkan Finance bahwa saya akan membayarkan sisanya 4 hari berikutnya. Saya memberi alternative lagi, saya punya kartu belanja Carrefour-master card. Ternyata kartu yang masih memiliki limit 2 juta ini pun bisa dipakai membayar booking fee. Maka saya membayar booking fee sebesar 6 juta dan 4 juta-nya dibayarkan 4 hari setelahnya. Ada 4 macam cara pembayaran. Saya memilih cara pembayaran ke-3 dengan sistem:
1. Booking fee: 10 jt
2. DP 1 : 10% dari harga kios – Booking fee
3. DP 2-6 : 5% dari harga kios
4. Cicilan ke 1-30 : (65% dari harga kios / 30)

Untuk cicilan saya dan teman saya tidak keberatan. Tapi DP-nya kok mahal sekali. Akhirnya saya tawar, gimana kalau DP-nya diperpanjang, tidak 6 kalii tapi 8 kali. Untuk cicilan sisa 65%nya tidak dibayar 30 kali tapi 28 kali. Sang sales meyakinkan dia akan mengajukannya ke direksi. Dan dia meyakinkan bahwa dimungkinkan bisa. Maka kami pun setuju untuk menandatangani surat pembelian kios di JaCC.

Hari itu hari libur. Beberapa staff JaCC banyak yang libur. Sehingga door prize pun tidak di dapat. Saya pulang dengan rasa puas setelah belanja kios dengan kartu belanja Carrefour. Dua minggu setelah transaksi itu saya datang lagi untuk mendapatkan door prize dan saya mendapat kan 2 buah ballpoint dan kalender JaCC. Saat tulisan ini dibuat, saya memasuki pembayaran DP ke-5. Alhamdulillah, saya masih hidup, sehat, cicilan bulanan ditopang dari hasil usaha saya yang sudah berjalan dan dari usaha baru. Saya masih menunggu pembangunan JaCC yang sudah tampak 8 lantai dan megah. Mudah-mudahan penyelesaiannya tepat waktu dan hasilnya memuaskan. Tentu teman-teman lain yang membeli kios di JaCC berharap mall ini memiliki visi yang kuat untuk menarik pembeli.

Begitulah dunia marketing property. Pinter memang sang sales tersebut.
Bagaimana perjalanan dari DP1 sampai kios jadi pada bulan ke 10 setelah saya melakukan pembayaran? sampai saya terpaksa membuat kios lagi, berhutang lagi? Nantikan di edisi berikutnya, mudah2an.
Penulis adalah siswa JakEU40-ide gila ini terinspirasi oleh pertemuan kelas di Entrepreneur University.
Tulisan ini dibuat di Jakarta Kamis pagi 16 Juni 2005.
Jangan meniru adegan ini tanpa latihan sebelumnya. Bahaya! membuat Anda tidak bisa tidur.
Oleh : Masbuchin Pradana